Hasil Review Materi: 4 Periode Teori Komunikasi Massa


Pada pertemuan minggu ke-4, membahas 4 Periode Teori Komunikasi Massa yang terjadi secara historis. Apa saja 4 periode tersebut?

Yang pertama adalah THE ERA OF MASS SOCIETY AND MASS CULTURE. Era ini terjadi pada masa revolusi industri. Seperti apa? Revolusi industri itu terjadi setelah masa feodal, dan masa kerajaan. Revolusi industri adalah perkembangan masyarakat yang beralih dari jaman kerajaan ke era feodal atau tuan tanah, jadi jaman dulu masyarakat bercocok tanam. Kemudian masyarakat mengenal adanya pabrik, orang membuat pabrik kemudian masyarakat berpindah dari desa ke kota untuk bekerja di pabrik. Mereka berubah bukan hanya tentang profesinya tetapi tentang bagaimana budaya masyarakat. Bahasa nya adalah urbanisasi. Karena masyarakat berubah secara sosial, pada saat itu juga muncul industri media sebagai bagian dari industri.  Dan masyarakat menganggap media adalah salah satu faktor yang menyebabkan tatanan sosial masyarakat itu berubah. Kemudian para akademisi pada masa itu melihat bahwa media bertanggung jawab atas perubahan sikap dan mentalitas masyarakat. Masyarakat waktu itu dipandang menjadi lebih materialistis dan lebih konsumtif. Padahal ketika masyarakat mayoritas hidup di pedesaan, mereka tidak kenal istilah konsumtif, tidak kenal istilah materalistis dan sebagainya. Media dianggap salah satu penyebabnya. Jadi para akademisi yang menceritakan teori semacam ini berusaha mengkritisi fungsi media bagi masyarakat. Dengan mengubah cara pandang, mengubah cara hidup, mengubah perspektif masyarakat menjadi berorientasi kepada industrialisasi.

Media massa sebagai industri. Dalam prinsip industri adalah mencoba mendapatkan untung yang sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya. Awalnya harga koran itu mahal, ongkos pembuatannya mahal tetapi pembacanya sedikit. Karena literasi masih sedikit, maka dari itu pembaca koran pada jaman dahulu adalah kalangan atas atau kalangan terdidik. Jadi meskipun ada koran, orang miskin tidak bisa baca. Koran hanya dibaca oleh orang-orang menengah keatas. Tidak akan untung jika mengandalkan orang kaya saja untuk membaca koran, tetapi orang miskin tidak bisa baca (tidak terdidik). Sekolah jaman dahulu memancing agar warganya bisa membaca, agar warga bisa bekerja di pabrik. Maka dari itu sekolah diciptakan untuk menyiapkan tenaga kerja untuk bekerja di pabrik bukan untuk majunya masyarakat.Ketika masyarakat sudah bisa membaca, mereka menjadi target pasar atau konsumen koran. Setelah mereka bisa membaca, ada 2 kelas sosial kelas atas dan kelas bawah. Agar kalangan kelas bawah dapat membaca dan memahami koran dengan baik apa yang disuguhkan dalam koran tersebut? Sebagai pemilik media harus bisa menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh kelas bawah. Selain itu harga koran harus murah, untuk mengurangi biaya produksi menggunakan kertas (bahan baku) yang murah. Dan segi konten dalam koran tersebut harus dapat menghibur masyarakat menengah ke bawah, yang sensasional. Misalnya: berita gosip.

Karena fenomena ini semakin marak, maka para pengkritis mencoba menyusun teori dan berusaha mengkritisi peran media yang seperti itu. Karena asumsinya, media massa dianggap memengaruhi masyarakat yang mana secara tidak langsung memengaruhi budaya masyarakat.

Di inggris atau di amerika fenomena ini terjadi tahun 1800-an. Tetapi di Indonesia masih ada fenomena seperti itu. Jadi kalau secara definisi, teori komunikasi massa yang berada pada era ini kira-kira berusaha untuk menjelaskan fenomena yang ada di masyarakat industri terkait dengan peran media.

Jadi mereka beranggapan bahwa media massa ini sebagai sesuatu yang menakutkan. Karena bisa membuat masyarakat menjadi lebih konsumtif.

Pada jaman perang dunia ke II atau perang dunia ke I, masyarakat banyak menggunakan media massa dengan membuat propaganda-propaganda. Karena media massa dianggap memiliki power untuk memengaruhi masyarakat. Jadi kalau media dimanipulasikan untuk mendukung kebijakan suatu pemimpin maka mayoritas penduduk suatu negara tersebut akan mendukung pemimpin tersebut. Jadi asumsinya adalah media sangat powerful, secara sosio cultural bisa mengubah budaya masyarakat dan secara politik dapat digunakan sebagai propaganda.

Periode yang kedua adalah A SCIENTIFIC PERSPECTIVE ON MASS COMMUNICATION LEADS TO THE EMERGENCE OF THE LIMITED-EFFECTS PERSPECTIVE. Periode ini terjadi pasca perang dunia ke II. Sebelum perang dunia ke II selesai, para penguasa masih menganggap bahwa media massa sebegitu powerful dalam memengaruhi masyarakat. Tapi setelah perang dunia ke II, terutama tahun 1950-an, ada yang namanya Ford Lazarsfeld. Lazarsfeld sebenarnya berasal dari Australia atau Jerman. Lalu menjadi salah satu korban pemerintahan Nazi, jadi dia melarikan diri ke Amerika. Di Amerika dia mengamati tentang kebenaran bahwa media sangat powerful. Lalu Lazersfeld dan kawan-kawan menemukan fakta bahwa media tidak sedemikian powerful, tidak sekuat sebagaimana yang dibayangkan sebelumnya. Namun media tetap memiliki efek bagi masyarakat tetapi efeknya terbatas. Kenapa? Karena menurut riset kedua, ada banyak faktor yang dapat memengaruhi oleh audiens. Kita sebagai penonton, tidak serta merta akan percaya apa yang disampaikan oleh media. Kita bisa memilih untuk percaya atau tidak percaya. Kemudian ada variabel lain yang memengaruhi efek media terhadap penontonnya. Ada faktor keluarga, faktor sosial ekonomi, faktor budaya, dan sebagainya. Jadi kalau diibaratkan media 100% menciptakan efek tertentu pada audiens, tetapi inilah yang dikritik oleh Lazarsfeld dan kawan-kawan. Intinya media dianggap tetap memiliki efek terhadap audiens tapi efeknya terbatas. Ada banyak faktor yang memengaruhi efek media terhadap audiensnya.

Periode yang ketiga adalah FERMENT IN THE FIELD: COMPETING CULTURAL PERSPECTIVES CHALLENGE LIMITED-EFFECTS THEORY. Setelah era Ford Lazersfeld dan kawan-kawan, sekitar tahun 1950-an sampai awal 1960-an. Ini merupakan periode awal ketika Ilmu Komunikasi secara resmi menjadi jurusan atau program studi. Sebelumnya Komunikasi tidak dianggap sebagai ilmu atau disiplin keilmuan yang terpisah. Pada awalnya, Komunikasi berada di bawah jurusan Politik. Baru setelah itu memisahkan diri. Beberapa faktornya karena banyak riset yang dilakukan oleh orang-orang semacam Lazarsfeld. Kemudian masih di tahun 1950-an, banyak berdiri kampus di Amerika yang secara fokus kajian membahas tentang praktek media massa, komunikasi politik dan sebagainya. Ini terjadi pada era perang dingin. Periode ini, studi Ilmu Komunikasi berkembang di Amerika Serikat dan juga mulai berkembang dan menyebar ke Eropa. Jadi Amerika maju terlebih dahulu, kenapa? Karena ketika perang dunia, Amerika tidak hancur. Sedangkan Eropa hancur, karena perang dunia terjadi di Eropa. Eropa mulai membenah diri, pasca 1945 termasuk secara pendidikan. Tetapi para akademisi di Eropa merasa tidak puas dengan tren di Amerika. Mereka menganggap bahwa apa yang diteliti di Amerika ada yang aneh. Mereka menganggap perspektif yang ada di Amerika ini praktikal atau administratif (riset yang berbasis project). Itulah yang dikritik oleh para akademisi di Eropa. Sehingga mereka mengenalkan sesuatu yang berbeda dalam teori media massa. Pada tahun 1950-an teori komunikasi massa masih berkiblat kepada Amerika.

Di Eropa mulai muncul semangat bahwa kita perlu mengembangkan kajian media, kajian komunikasi massa yang tidak melulu berorientasi kepada Amerika. Kita perlu mengembangkan sesuatu yang lebih bernuansa Eropa. Salah satu kelompoknya adalah kelompok neo-Marxists. Mereka mencoba mengadopsi nilai-nilai akademis di Eropa yang kemudian digunakan dalam persoalan komunikasi massa maupun soal media. Salah satu ciri khas dari pemikiran neo-Marxists adalah mereka mencoba mengembangkan dan mengadopsi sekaligus mengkritisi beberapa pemikiran Karl Max. Tetapi dengan sudut pandang yang kritik terhadap kekuasaan. Terutama peran media. Intinya neo-Marxist memandang bahwa media seringkali digunakan untuk menguntungkan kekuasaan para penguasa tertentu. Media adalah wilayah kekuasaan para elit. Media massa sebenarnya adalah area pertarungan kepentingan bagi pihak-pihak yang ingin mendapatkan ruang publik.

Periode yang terakhir adalah EMERGENCE OF MEANING-MAKING PERSPECTIVES ON MEDIA. Setelah periode yang menganggap bahwa media memiliki power, kemudian yang kedua, muncul kritik bahwa media ternyata hanya memiliki limited effect. Yang ketiga, saat muncul di Eropa bahwa media atau praktek komunikasi seharusnya diciptakan sebagai bagian daripada budaya. Yang keempat, mulai bergeser lagi, meskipun tidak berarti menghapuskan perspektif yang kedua dan yang ketiga.  Mereka melihat bahwa yang namanya media harus ditempatkan sebagai sebuah proses pemaknaan. Jadi seseorang yang menggunakan media (TV, Smartphone, dsb) tidak lagi dipandang secara simplisistik, tidak sekedar dipandang bahwa media powerful (memiliki efek pada khalayak).Tetapi setiap individu dianggap sadar ataupun tidak sadar menggunakan media dalam rangka menciptakan pemahaman tertentu. Perspektif ini mencoba memahami bagaimana individu ataupun kelompok atau komunitas memaknai media dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Jadi, teori komunikasi massa atau teori media secara umum dibagi ke dalam 4 periode tersebut berdasarkan sejarah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Opini tentang buku : Enaknya Berdebat dengan Orang Goblok (Puthut EA)